Adapun waktunya, untuk salat Idul Fitri yaitu dimulai apabila matahari telah naik dua penggalah sampai tergelincirnya matahari, dan untuk salat Idul Adha yaitu dimulai apabila matahari telah naik sepenggalah sampai tergelincirnya matahari. Rasulullah shallawahu alaihi wasallam mengakhirkan shalat 'Idul Fitri agar kaum muslimin memiliki kesempatan untuk membagikan zakat fitrahnya, dan mempercepat pelaksanaan shalat 'Idul Adha supaya kaum muslimin bisa segera menyembelih binatang kurbannya.
Dan ini yang disepakati para ulama, dan dalil mereka adalah :
عن جندب قال : (( كان النبي صلى الله عليه وسلم يصلي بنا الفطر والشمس على قيد رمحين والأضحى على قيد رمح ))
Dari Jundab berkata : (( dahulu Nabi shallawahu alaihi wasallam sholat Idul Fithri bersama kami ketika matahari telah naik dua penggalah, dan Idul Adha ketika matahari telah naik satu penggalah )) hadits ini disebutkan oleh Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam Talkhishul Habir dan beliau tidak mengomentarinya.HR Ahmad bin Hasan Al Banna dalam Kitabul Adzaahi.
Imam Syaukani berkata : hadits ini riwayat yang terbaik dalam menentukan waktu sholat Idain .
Begitu juga diriwayatkan oleh Imam Syafiie rahimahullah :
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كتب إلى عمرو بن حزم وهو بنجران : « أن عجل الأضحى وأخر الفطر وذكر الناس »
Bahwa Rasulullah shallawahu alaihi wasallam menulis surat kepada Amru bin Hazm ketika berada di Najran : (( yaitu segerakanlah sholat Idul Adha dan akhirkanlah sholat Idul Fithri dan ingatkanlah manusia )) Musnad Imam Syafie : 1/306 no : 299
Mengenai hukum sholat Idain maka para ulama berbeda pendapat menjadi tiga kelompok :
1- Sebagian ulama mengatakan hukumnya sunah muakkadah (ditekankan ) diantaranya ulama Syafiiyyah dan Malikiyyah berdasarkan sabda Rasulullah shallawahu alaihi wasallam kepada orang arab badwi ketika beliau menyebutkan kewajiban sholat lima waktu lalu orang itu bertanya : apakah ada wajib yang selainnya ? Beliau menjawab : tidak, kecuali engkau ingin melaksanakan yang sunah.
Mereka mengatakan : bahwa sholat Idain memiliki ruku dan sujud namun tidak disyariatkan adzan sebelumnya maka ini menunjukkan tidak wajib menurut syarie, seperti sholat dhuha.
2- Sebagian ulama mengatakan hukumnya fardhu kifayah seperti ulama Hanabilah dan sebagian Syafiiyyah berdasarkan firman Allah Taalaa :
"Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkorbanlah " (Al Kautsar: 2).
Dan oleh karena Rasulullah selalu mengerjakannya tidak pernah meninggalkannya
3- Sebagian lagi mengatakan hukumnya wajib ain, ini pendapat Abu Hanifah rahimahullah, bukan fardhu ain karena itu sholat yang disyariatkan didalamnya khutbah, maka hukumnya wajib ain, bukan fardhu ain seperti jumat.
Yang dimaksudkan wajib menurut Hanafiyyah : yaitu yang kedudukannya antara fardhu dan sunah.
Dalilnya adalah karena Rasulullah shallawahu alaihi wasallam selalu mengerjakannya serta tidak pernah meninggalkannya walaupun sekali.
Dan bahwa ia tidak dilaksanakan kecuali dengan berjamaah – selain tarawih dan gerhana matahari dan sholat Idain dikerjakan secara berjamaah, seandainya hukumnya sunah dan tidak wajib tentunya Allah akan mengecualikannya sebagaimana sholat tarawih dan gerhana.
Pendapat yang kuat :
Pendapat yang kuat adalah bahwa hukumnya wajib ain sebagaimana dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Syaikh Albani rahimahumullah.
Syaikh Albani berkata : (perintah yang disebutkan dalam hadits menunjukkan kewajiban karena apabila diwajibkan keluar menyaksikannya maka kewajiban sholat lebih utama sebagaimana nampak jelas, maka yang benar hukumnya wajib bukan sunah saja, diantara dalil yang lain bahwa sholat Idain menggugurkan kewajiban Jumat apabila bertepatan dengannya pada hari yang sama… dan sesuatu yang tidak wajib tidak bisa menggugurkan yang wajib)Tamamul Minnah : 1/344.
a. Dilaksanakan dengan dua rakaat, dimulai dengan bertakbir. Adapun jumlah takbir sholat hari raya para ulama berbeda pendapat, bahkan Imam Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar menukilkan ada sepuluh pendapat (3/339-340). Namun yang perlu diingat bahwa takbir tambahan ini hukumnya sunah menurut Jumhur ulama tidak batal sholat dengan meninggalkan takbir baik karena sengaja maupun lupa ( Raudhatul Nadhiyah 1/383) :
- Sebagian berpendapat dua belas takbir, tujuh kali pada rakaat pertama, lima kali pada rakaat kedua, kduanya sebelum bacaan.Ini menurut pendapat yang kuat mayoritas ulama dari para sahabat, tabiin, dan para imam.
- Tiga kali sebelum membaca Al Fatihah pada rakaat pertama, dan tiga kali sesudah membaca Al fatihah pada rakaat kedua, pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Masud, Abu Musa Al Asyari dan Abu Masud radhiallahu anhum dan diambil oleh Atsauri dan Abu Hanifah.
- Tujuh kali pada rakaat pertama, dan tujuh kali pada rakaat kedua. Diriwayatkan dari Anas bin Malik, Mughirah bin Syubah, Ibnu Abbas, Said bin Musayyib, dan Nakhai.
- Enam kali pada rakaat pertama sebelum bacaan, dan lima kali pada rakaat kedua setelah bacaan. Diriwayatkan dari Imam Ahmad dalam satu pendapatnya.
- Empat kali pada rakaat pertama tidak termasuk takbiratul ihram, empat kali pada rakaat kedua. Diriwayatkan dari Ibnu Sirin.
Pendapat yang kuat :
Adapun pendapat yang paling kuat adalah dua belas, tujuh kali pada rakaat pertama, lima kali pada rakaat kedua. Namun terjadi perbedaan lagi, apakah takbiratul ihram termasuk didalamnya ?
- Sebagian berpendapat takbiratul ihram tidak termasuk didalamnya. Ini pendapat AsySyafiie, Al Auzai, Abu Thalib, dan Abul Abbas. Ini dikuatkan oleh Ashonani dalam Subulus salam.
- Sebagian berpendapat bahwa takbiratul ihram termasuk didalamnya. Ini prndapat pendapat Ibnu Abbas dan Umar bin Abdul Aziz sebagaimana diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannif, juga pendapat Malik, Ahmad, dan Al Muzani. Ini dikuatkan oleh Ibnu Qayyim namun beliau tidak mendatangkan dalilnya.
Kedua pendapat diatas boleh dipilih yaitu bertakbir tujuh kali setelah takbiratul ihram, atau dengan takbiratul ihram pada rakaat pertama dan lima kali pada rakaat kedua tidak termasuk takbir bangkit dari sujud, serta tidak didahului dengan salat sunnah qabliyah dan tidak diakhiri pula dengan sunnah ba'diyah. Hal ini sesuai dengan hadis dari Amr bin Syu'aib :
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ : { أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَبَّرَ فِي عِيدٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ تَكْبِيرَةً : سَبْعًا فِي الْأُولَى ، وَخَمْسًا فِي الْآخِرَةِ ، وَلَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلَا بَعْدَهَا } رَوَاهُ أَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ .
Dari Amru bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya bahwa Nabi saw bertakbir pada salat 'id dengan dua belas takbir, tujuh takbir untuk rakaat pertama dan lima takbir untuk rakaat kedua seraya tidak melakukan salat sebelumnya dan sesudahnya. (HR Ahmad dan Ibnu Majah).
Hadits Amru bi Syuaib menurut Al Iraqi : sanadnya baik. Dan Turmudzi menukil dalam kitab Al Ilal Mufradah dari Bukhari bahwa beliau berkata : bahwa itu hadits shahih.
Adapun hadits riwayat Abu Said radhiallahu anhu :
وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : { كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُصَلِّي قَبْلَ الْعِيدِ شَيْئًا ، فَإِذَا رَجَعَ إلَى مَنْزِلِهِ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ } .رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ
Dari Abu Said radhiallahu anhu berkata : (( Nabi shallawahu alaihi wasallam tidak sholat apapun sebelum sholat Ied, dan apabila beliau kembali kerumahnya beliau sholat dua rakaat )) HR Ibnu Majah dengan sanad baik. Dihasankan oleh Syaikh Albani dalam Shahih Ibnu Majah (3/293 No:1293)
Hadits diatas tidak bertentangan dengan hadits Amru bin Syuaib, karena dua rakaat yang beliau shallawahu alaihi wasallam kerjakan adalah dirumah, sedangkan yang dinafikan adalah di tempat sholat Ied.
b. Beliau tidak mengajarkan dzikir tertentu yang dibaca saat itu. Hanya saja ada riwayat dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu:
عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ أَنَّهُ قَالَ : يَحْمَدُ اللَّهَ وَيُثْنِي عَلَيْهِ وَيُصَلِّي عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Ibnu Masud radhiallahu anhu berkata: ((Membaca hamdalah dan memuji Allah Ta 'ala serta membaca shalawat))
Boleh juga membaca : (( Allahu akbar kabira, Walhamdu lillah katsira, Wasubhanallahi bukrata waashilaa, washollawahu Alaa Muhammadin Wa Aalihi wasallim tasliman katsiran )) seperti yang dipilih Imam Syafiie dan lainnya.
c. Dan disunahkan mengangkat tangan pada setiap takbir berdasarkan riwayat Wail bin Hujr radhiallahu anhu :
عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ الْحَضْرَمِيِّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ مَعَ التَّكْبِيرِ
Dari Wail bin Hujr radhiallahu berkata : (( aku melihat Rasulullah shallawahu alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya ketika bertakbir )) HR Ahmad (38/309 no: 18093)
d. Tidak diawali dengan adzan dan iqamah, sesuai dengan hadis riwayat Jabir bin Samurah radhiallahu anhu :
وعن جابر بن سمرة قال : صليت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم العيدين غير مرة ولا مرتين بغير أذان ولا إقامة . رواه مسلم
Dari Jabir bin Samurah radhiallahu anhu berkata : (( Aku sholat bersama Rasulullah shallawahu alaihi wasallam Idain tidak hanya sekali atau dua kali tanpa adzan dan iqamat )) HR Muslim.
Dan diperkuat lagi dengan riwayat yang menyebutkan tidak ada panggilan apapun :
قال عطاء : أخبرني جابر بن عبد الله أن لا أذان للصلاة يوم الفطر حين يخرج الإمام ولا بعد ما يخرج ولا إقامة ولا نداء ولا شيء لا نداء يومئذ ولا إقامة . رواه مسلم
Dari Atha' ra berkata, "Aku diberitahu oleh Jabir bahwa pada salat idul fitri itu tidak diserukan adzan, baik sebelum atau sesudah imam keluar, tidak pula iqamah, panggilan atau apa pun juga. Tegasnya, pada hari itu tidak ada panggilan apa-apa atau iqamah." (HR Muslim).
Adapun hadits yang diriwayatkan oleh As Syafie :
رَوَى الشَّافِعِيُّ عَنْ الثِّقَةِ عَنْ الزُّهْرِيِّ : { أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُ الْمُؤَذِّنَ فِي الْعِيدِ أَنْ يَقُولَ الصَّلَاةُ جَامِعَةٌ }
Diriwayatkan oleh Imam Syafie dari seorang yang tsiqoh dari Zuhri : (( Bahwa Rasulullah shallawahu alaihi wasallam memerintahkan kepada muadzin dalam sholat Ied untuk mengucapkan Asholatu Jamiah ))
Namun hadits ini mursal dan tidak bisa dijadikan hujah, bahkan bertentangan dengan riwayat Atha dalam shahih Muslim diatas.
Begitu juga tidak bisa diqiyaskan dengan sholat gerhana, karena apa saja yang ada sebabnya dizaman Nabi shallawahu alaihi wasallam namun tidak beliau lakukan maka melakukannya dengan qiyas adalah bidah.
Diriwayatkan bahwa yang mulai menerapkan adzan sebelum sholat Ied adalah Muawiyah, atau Ziyad, atau Marwan. Wallahu alam.
e. Dilaksanakan sebelum khotbah, berdasarkan hadis Ibnu Umar radhiallahu anhu:
َعَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : { كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَأَبُو بَكْرٍ يُصَلُّونَ الْعِيدَيْنِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ } .مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Ibnu Umar radhiallahu anhu berkata : ((Rasulullah saw, Abu Bakar dan Umar melakukan salat dua hari raya sebelum khotbah )) (HR Bukhari dan Muslim)
Adapun yang pertama kali sholat sesudah khutbah menurut riwayat adalah Muawiyah radhiallahu anhu, atau Marwan, yaitu ketika dia diingkari oleh Abi Said Al Khudriyi mengatakan : bahwa orang-orang tidak mau mendengar khutbahnya kalau sholat didahulukan.
Berdasarkan Ijma', khutbah sholat dua hari raya itu tidak wajib. Hal yang mendasari hukum tersebut adalah hadis Abdullah bin as-Saaib berkata:
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ السَّائِبِ قَالَ : { شَهِدْت مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِيدَ فَلَمَّا قَضَى صَلَاتَهُ قَالَ : إنَّا نَخْطُبُ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَجْلِسَ لِلْخُطْبَةِ فَلْيَجْلِسْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَذْهَبَ فَلْيَذْهَبْ }
Dari Abdullah bin Saib radhiallahu anhu berkata : ((Aku salat Id bersama Rasulullah saw, tatkala beliau selesai melaksanakan salatnya, beliau bersabda, 'Sesungguhnya kami berkhotbah, barangsiapa ingin duduk untuk berkhotbah, maka duduklah dan barangsiapa ingin pergi (tidak berkhotbah), maka pergilah'." (HR an-Nasaa'i, Ibnu Majah, dan Abu Daud) Dishahihkan dalam Tamamul Minnah (1/350).
f. Dalam melaksanakan Salat Ied, bagi imam -setelah membaca Al-Fatihah- disunnahkan membaca Surah Qaaf pada rakaat pertama dan surah Iqtarabat pada rakaat kedua sesuai dengan hadis yang riwayatkan oleh Imam Muslim. Jika ia tidak mampu membaca kedua surah tersebut, maka disunnahkan baginya -setelah membaca Al-Fatihah- membaca surah al-'A'la (Sabbihis) pada rakaat pertama dan surah Al-Ghasyiah pada rakaat kedua.
g. Disunahkan untuk berkhutbah setelah sholat dengan member nasihat kepada kaum muslimin, juga memberi nasihat para wanita, dan mengajarkan mereka hukum-hukum islam, serta mengingatkan kewajiban mereka, disunahkan menganjurkan mereka bersedekah, mengkhususkan nasihat bagi mereka, dan itu semua jika aman dari fitnah dan kerusakan sebagaimana diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah radhiallahu anhu :
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلَاةَ يَوْمَ الْعِيدِ فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ ثُمَّ قَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى بِلَالٍ فَأَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَحَثَّ عَلَى طَاعَتِهِ وَوَعَظَ النَّاسَ وَذَكَّرَهُمْ ثُمَّ مَضَى حَتَّى أَتَى النِّسَاءَ فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ فَقَالَ تَصَدَّقْنَ فَإِنَّ أَكْثَرَكُنَّ حَطَبُ جَهَنَّمَ فَقَامَتْ امْرَأَةٌ مِنْ سِطَةِ النِّسَاءِ سَفْعَاءُ الْخَدَّيْنِ فَقَالَتْ لِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لِأَنَّكُنَّ تُكْثِرْنَ الشَّكَاةَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ قَالَ فَجَعَلْنَ يَتَصَدَّقْنَ مِنْ حُلِيِّهِنَّ يُلْقِينَ فِي ثَوْبِ بِلَالٍ مِنْ أَقْرِطَتِهِنَّ وَخَوَاتِمِهِنَّ
Dari Jabir bin Abdillah berkata : (( Aku ikut bersama Rasulullah shallawahu alaihi wasallam sholat hari raya lalu beliau mulai dengan sholat sebelum khutbah tanpa adzan dan iqamat kemudian berdiri dengan bersandar kepada Bilal lau beliau memerintahkan taqwa kepada Allah dengan menganjurkan untuk taat kepadaNya dan mmeberi nasihat dan mengingatkan mereka kemudian beliau pergi menuju kearah para wanita lalu memberi nasihat dan mengingatkan mereka dengan berkata : bersedekahlah kalian karena sesungguhnya kebanyakan dari kalian adalah kayu bakar neraka, maka berkatalah seorang wanita : kenapa ya Rasulullah ? beliau berkata : karena kalian banyak mengeluh dan tidak berterimakasih kepada suami kalian. Lalu beliau berkata : maka mereka mulai bersedekah dari perhiasan mereka melemparkannya kebaju Bilal dari anting-anting dan cincin-cincin mereka )) HR Muslim (4/398 no: 1467)
Hal ini disunahkan, namun diriwayatkan bahwa Atha mewajibkannya.
h. Khutbah Ied tidak menggunakan mimbar seperti Sholat Jumat berdasarkan riwayat Abu Said radhiallahu anhu :
وَعَنْهُ قَالَ : { كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى إلَى الْمُصَلَّى وَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلَاةُ ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُومُ مُقَابِلَ النَّاسِ - وَالنَّاسُ عَلَى صُفُوفِهِمْ - فَيَعِظُهُمْ وَيَأْمُرُهُمْ } مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .
Dari Abu Said Al Khudry radhiallahu anhu berkata : (( Nabi shallawahu alaihi wasallam keluar pada hari raya Idul Fithri dan Adha ke lapangan dan pertama kali yang beliau lakukan adalah sholat kemudian berpaling berdiri menghadap manusia – dan mereka pada barisan mereka lalu beliau member wejangan dan memerintahkan mereka )) Muttafaqun alaihi.
Ashonani berkata : hadits ini menunjukkan bahwa tidak ada mimbar dilapangan. Dan telah dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dalam sebuah riwayat : (( Bahwa beliau berkhutbah pada satu hari raya diatas kendaraannya )), dan Imam Bukhari menyebutkan dalam lanjutan riwayatnya dari Abu Said : bahwa pertama kali yang menggunakan mimbar dilapangan Ied adalah Marwan, meskipun Umar bin Syabbah meriwayatkan : Bahwa pertama kali yang berkhutbah dilapangan diatas mimbar adalah Utsman radhiallahu anhu, beliau melakukannya sekali kemudian meninggalkannya . ( Subulus Salam 2/482)
Wallahu Alam.
0 comments:
Post a Comment